Perkara yang menimpa Sorbatua Siallagan, Ketua Masyarakat Adat Ompu Umbak Siallagan di Simalungun, Sumatera Utara telah diputus pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Hasilnya, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi jaksa penuntut umum, dan tetap menjatuhkan putusan bebas terhadap Sorbatua Siallagan.
Dalam laman resmi MA dinyatakan bahwa status perkara tersebut diputus pada Jumat, 13 Juni 2025 lalu. “Status: perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis,” bunyi bunyi informasi di laman tersebut. Perkara nomor: 4398 K/Pid.Sus-LH/2025 itu diperiksa dan diadili Ketua Majelis Kasasi Prim Haryadi dengan anggota Sugeng Sutrisno dan Sigid Triyono. Panitera Pengganti Amiruddin Mahmud.
MA menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Medan yang menyatakan Sorbatua tidak bersalah, menggugurkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp1 miliar yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Simalungun. Sebelum perkara itu diputus, Dr. Janpatar Simamora, SH., MH, Dekan Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen telah mengirimkan Amicus Curiae (sahabat pengadilan) ke Mahkamah Agung dengan harapan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara dimaksud.
“Saya mengirimkan Amicus Curiae bukan dalam rangka mengintervensi kebebasan hakim dalam memutus perkara, namun lebih pada upaya membantu Majelis dalam memeriksa, mempertimbangkan dan memutus perkara dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku” tegas Dr. Janpatar Simamora, SH., MH.
Dalam pandangannya ada beberapa hal yang membuat Sorbatua Siallagan tidak tepat dijatuhi hukuman pidana atas perbuatannya. “Pertama, Sorbatua Siallagan merupakan bagian dari Masyarakat Adat Ompu Umbak dimana keberadaan Masyarakat Adat itu jelas diakui melalui Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 begitu juga dalam UU Kehutanan. Kedua, Sorbatua Siallagan didakwa menduduki Kawasan hutan, sementara dalam proses penetapan Kawasan hutan, merujuk pada ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan, maka pengukuhan kawasan hutan harus melalui 4 tahapan yaitu penunjukan kawasan hutan; penataan batas kawasan hutan; pemetaan kawasan hutan; dan penetapan kawasan hutan. Seluruh tahapan itu harus dilalui terlebih dahulu dan apakah ini sudah dilakukan?. Ketiga, tindakan terdakwa Sorbatua Siallagan tidak tepat disebut melakukan tindak pidana “menduduki Kawasan hutan secara tidak sah”, sementara status kawasan hutan itu sendiri belum ditetapkan menurut hukum.” pungkas Dr. Janpatar Simamora, SH., MH
Atas dasar pertimbangan demikian, maka sudah sewajarnya dan beralasan menurut hukum untuk membebaskan yang bersangkutan dari tuntutan hukum. Kasus ini mendapat banyak perhatian dari berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, organisasi masyarakat adat, dan lembaga bantuan hukum.